Type Here to Get Search Results !

Pedagang Tas Dirazia, Surga Belanja di Nagoya Mati Suri

Foto ilustrasi

Pedagang Tas Dirazia, Surga Belanja di Nagoya Mati Suri
Oleh Gabriela Rosari Rindra Kartini, Reporter Voice of UIB

Voice of UIB, Batam - Perbedaan suasana cukup terasa di Nagoya Hill shopping mall pada Jumat (21/12/2012) pagi. Pusat perbelanjaan yang biasanya riuh dengan aktivitas jual-beli, terutama barang jenis collection, branded made in China, kini mati suri. Keriuhan yang biasa terjadi berganti dengan kepanikan. Sebab petugas kepolisian dari Markas Besar (Mabes) Polri telah merazia gerai usaha eceran dan grosir tas branded bajakan.

“Cepat tutup! Bosku bilang Nagoya lagi dirazia! Bentar lagi mereka (petugas Mabes Polri, red) bakal ke sini! Cepat, kabarin bos kamu!,” ucap seorang pramuniaga mengingatkan rekannya saat razia akan dilakukan.

Pada waktu itu, razia yang dilakukan oleh Mabes Polri diadakan di pusat grosir dan eceran koleksi di daerah pertokoam di Nagoya Batam. Tak lama kemudian, beberapa pramuniaga lainnya mendapatkan informasi serupa dari sang bos. Kontan, mereka yang baru selesai menyusun display barang dagangan langsung menutup kembali gerai mereka, panik.

“Haduh, apa pula razia-razia begini? Pemerintah kita lagi tidak ada kerjaan ya? Nyusahin saja deh, sudah capai-capai buka,” keluh seorang pekerja kepada rekan lainnya.

“Sudah, jangan banyak cakap, katanya tadi malam toko atas sudah ada yang kena loh!,” ujar pekerja yang lain.

“Apa sih gunanya razia ini? Toh nanti juga kita jual lagi. Lagian, memangnya orang dalam (PNS, red) tidak memakai barang tiruan? Rata-rata mereka juga pakai kok. Kalau begitu ngapain dirazia?,” tanya pekerja yang satu, kebingungan.

“Entahlah, mungkin sogokannya kurang, atau mungkin mereka ingin menghabiskan anggaran yang sudah disediakan sambil ‘merampok’. Lumayan kan? Sambil menyelam, minum air. Pantas banyak yang ingin jadi PNS. Inilah Indonesia,” ujar pekerja lain yang sedang sibuk membereskan gerainya, sinis.

Barang-barang tiruan yang dikenal dengan istilah umum, KW. Produk ini banyak dijual di Batam. Sebagian besar, barang ini didatangkan dari China. Dengan memanfaatkan status Batam sebagai zona perdagangan bebas (Free Trade Zone atau FTZ), harga barang-barang ini menjadi lebih murah dibandingkan dengan kota lain.

Faktanya, banyak turis lokal yang sengaja datang ke Batam untuk membeli barang-barang KW. Ada yang untuk pemakaian pribadi, ada yang untuk dijual kembali. Keberadaan surga belanja produk tiruan ini tanpa sadar sudah menjadi daya tarik wisata di Kota Batam.

Bukankah hal ini sangat baik? Sebab bisa menambah devisa dari kota Batam, ataukah hukum tentang perlindungan hak cipta dan paten sedang ditegakkan, tetapi bagaimana?

Zona Perdagangan Bebas

Sebagai kota strategis yang berbatasan langsung dengan negara tetangga, Batam mendapatkan keistimewaan sebagai kawasan perdagangan bebas. Yaitu barang impor bisa masuk tanpa dikenakan pajak. Tentu saja, ada ketetapan-ketetapan khusus yang menyertainya. Ini dimanfaatkan oleh pengusaha di Batam untuk membuka usaha grosir barang impor.

Untuk menikmati fasitiltas ini, mereka harus terdaftar di Badan Pengusahaan Batam (BP Batam) sebagai importir terdaftar. Kemudian melaporkan barang yang akan dimasukkan ke Batam melalui Kantor Bea dan Cukai (BC). Importir harus memberikan daftar barang yang akan dimasukkan ke Batam pada petugas BC sebelum barang tiba.

Dengan demikian, seharusnya pemerintah sudah mengetahui terlebih dahulu barang yang akan masuk ke Indonesia. Jika ternyata barang yang akan masuk adalah barang-barang yang melanggar ketetapan, mengapa barang-barang tersebut tidak ditolak terlebih dahulu?

Semisal barang yang akan diimpor melangggar Undang-undang Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI). Contohnya hak paten dan merek, bukankah aparat pemerintah sudah dapat menghalaunya sebelum barang itu dikirim. Sebab mereka sudah mendapatkan daftar barang yang akan diimpor?

Asosisasi Pengusaha Koleksi

Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) bekerja sama dengan pengusaha barang koleksi Kota Batam membuat sebuah anak asosisasi yang dikenal dengan nama Asosiasi Pengusaha Koleksi (APK). Seorang narasumber yang tidak ingin disebutkan namanya mengatakan seluruh pengusaha yang terdaftar di dalamnya wajib membayar iuran setiap bulan.

“Iurannya tergantung besar usaha yang dimiliki. Dengan tergabung dalam asosiasi ini, kami bisa mendapatkan beragam informasi. Salah satunya mengenai bocoran kapan akan diadakan razia. Jikalau mereka sampai terjaring razia, Apindo memberikan bantuan perlindungan dalam bentuk pengacara dan juga negosiasi dengan pemerintah,” ungkap sumber tersebut.

Sebagian besar pengusaha koleksi yang memiliki gerai di pusat perbelanjaan Nagoya Hill memutuskan untuk kembali membuka gerainya, Jumat (21/12/2012) pukul 16.00 WIB. Kegiatan jual-beli kembali berlangsung seperti biasa. Pagi ini, Sabtu (22/12/2012), seluruh gerai koleksi sudah beroperasi dengan normal.

“Kalau sudah begini, apa gunanya diadakan razia? Ketidaktegasan dan ketidakjelasan ketetapan yang dimiliki oleh pemerintah dan banyaknya celah yang bisa ditembus membuat banyak pengusaha menjadi bingung dan main kucing-kucingan dengan aparat pemerintah. Ujung-ujungnya, tetap, uanglah yang berkuasa. Ah, Indonesiaku,” ungkap sumber tersebut. (*)